Energi Baru Terbarukan Biogas, Potensi untuk Dikembangkan

Pengembangan biogas untuk mencukupi kebutuhan gas atau api, untuk kebutuhan daurr dan kebutuhan pupuk untuk petani.

Energi baru terbarukan, energi yang tidak akan habis, ramah lingkungan dan Indonesia kaya akan sumber daya alam. Energi minyak bumi, suatu saat akan habis, Batubara, selain merusak alam, juga sebagai pencemar lingkungan.

Ketika ada tawaran untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat di perdesaan, kami selalu mengusulkan dan memasukkan program pembangunan biogas, yang merupakan energi baru terbarukan di mana bahan bakunya sangat melimpah. Tak hanya kotoran ternak sapi atau domba, namun juga tanaman seperti enceng gondok atau sampah organik. Dan hasilnya sangat diminati oleh masyarakat. Selain mendaptkan “api” untuk kebutuhan dapur, menggantikan kayu bakar, minyak tanah diperkampungan atau malah gas LPG, namun juga mendapatkan pupuk organik kwalitas tinggi.

Rupanya program ini sangat disukai oleh masyarakat dampingan. Lebih dari 300-an degester biogas, telah kami bangun, dengan ukuran keluarga yaitu 4 meter kubik. Ukuran tersebut cukup untuk 4 keluarga. Karena dengan ukuran itu, dapat menyala 4 jam non-stop. Tentu penerima manfaat memasak tidak selamai itu. Kecuali punya hajatan. Melalu fermentasi, gas akan terus dihasilkan, baik digunakan saat kompor menyala, ataupun tidak digunakan.

Suatu kali ada pengalaman yang menarik, yaitu membangun biogas di pondok pesantren di pinggiran hutan. Biasanya para santri mukim kalau akan memasak, harus ke hutan untuk mencari kayu bakar. Dan hal ini akan kesulitan bila musim penghujan, karena kayu basah. Pindok pesantren ketika dibangunkan biogas, untuk dapur umum, dapat menghemat 50 % kayu bakar.

Pondok pesantren di mana para santri yang memasak sendiri, tidak lagi repot ke hutan mencari kayu bakar. Hanya mengisi degester biogas dengan dua ember kotoran dan 20 liter air, sudah cukup untuk memasak seharian.

Studi kasus di pondok pesantren di Musi Banyuasin dan Garut, ternyata para santri dapat memanfaatkan biogas tersebut sangat efektif. Di Garut dapat membantu 70 santri yang memasak sendiri. Bila dihitung, bila satu santri memerlukan 1 kilogram kayu bakar, berarti satu hari menghemat kayu bakar 70 kilogram. Bisa dihitung seminggu, sebulan atau satu tahun. Pengamatan ini hanya sebatas penghematan kayu bakar atau tidak merusak dan menebang pohon untuk kayu bakar. Untuk mengukur “asap” yang menyebabkan pencemaran atau mengakibatkan gas rumah kaca, tentu ahlinya yang perlu meneliti.

Biogas dan pertanian terpadu dan kebersihan lingkungan.

Di beberapa desa yang menjadi target pendampingan, umunya kami bangun atau desain sebagai pengembangan pertanian terpadu. Di mana satu lokasi dibangun perternakan domba atau sapi, untuk menghasilkan dan diambil kotorannya; pertanian untuk pemanfaatan bioslury atau ampas biogas; perikanan memanfaatkan bioslury untuk pakan ikan atau bioslury kering untuk dibuat palet.

Di beberapa desa dampingan, untuk pertanian dengan menggunakan pupuk bioslury cair, hasilnya cukup bagus dan tanah akan lembab, sehingga tanaman tetap segar, tidak seperti menggunakan pupuk kimia. Serta masa panen bertambah, seperti cabe, kacang panjang atau tanaman sayuran.

Mulanya masyarakat yang melihat percontohan pembangunan biogas yang dibangun, masih ragu untuk menggunakan pupuk cair yang melimpah. Secara kebetulan ketua kelompok yang merupakan ketua RT setempat, ketika akan memberikan pupuk pada padi di sawahnya kehabisan dana untuk membeli pupuk kimia yang biasa digunakan.

Pak RT mencoba dengan memberikan pupuk cair atau bioslury ke dua petak tanaman padi. Jelang beberapa minggu, pertumbuhannya berbeda dengan petak yang diberi pupuk kimia. Anakan padi atau rumpun padi, satu bulir atau bibit ang ditanam dapat tumbuh lebih dari 15 anakan, dan berbeda dengan petak yang diberi pupuk kimia.

Khabar ini menyebar ke para petani yang semula meragukan, sehingga petani silih berganti mengambil pupuk cair yang memang sudah ditampung oelh tim lapangan untuk petani yang ingin mengambil. Hasilnya dari tanaman palawija seperti cabe merah, yang biasa satu karaung hanya 20 kilogram, hasil cabe merah dengan menggunkan pupuk bioslury dapat mencapai 30 kilogram per karung. Cabe tebal dan padat, atau kacang panjang yang diberi pupuk bioslury, panjangnya hampir satu meter.

Biogas untuk penerangan.

PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) atau listrik dengan tenaga air seperti mini hydro, memang sudah umum. Hal ini tergantung dari pasokan air. Ada sebuah perusahaan yang membantu membangun minihydro, ketika pasokan air cukup karena hutan masih terjaga. Namun ketika hutan dirambah, sehingga pasokan air berkurang, sehingga bagunan itu tak lagi berfungsi. Berbeda dengan biogas, yang mengandalkan kotoran ternak, akan terus berfungsi selama perawatan dan pengisian kotoran dilakukan.

Di beberapa daerah biogas sudah dijadikan sebagai pemasok bahan bakar genset untuk mengasilkan listrik. Sebut saja sebuah perusahaan teh organik di Solok Selatan, yang membangun degester biogas cukup besar, dapat menghidupkan pembangkit listrik dan mencukupi pasokan listrik di seluruh pabrik. Serta untuk menghidupkan menggunakan minyak jarak. Hal ini dapat dikembangkan di daerah yang belum terjangkau oleh PLN.

Desa dampingan di seputaran Sukabumi, yang memiliki ternak sapi perah, biogas untuk penghangat ruangan kandang sapi, di mana lokasi merupakan daerah dingin dan untuk penerangan ruang. Hal ini dapat menggunakan lampu petromak, seperti yang dilakukan masyarakat desa dahulu sebelum ada listrik.

Biogas yang dimasukkan ke dalam tabung.

Biogas juga dapat menggantikan gas LPG dan dapat dimasukkan ke dalam tabung, seperti halnya gas yang selama ini digunakan oleh masyarakat. Atau lebih mudah dan meriah, dapat menggunakan pipa seperti halnya saluran air.

Pernah dicoba untuk memasukkan gas dari biogas ke dalam tabung selain memerlukan kompresor untuk mengisi tabung, juga memerlukan tabung khusus. Karena sifat biogas tidak seperti gas LPG yang mempunyai tekanan. Biogas, tidak demikian. Sehingga perlu tekanan agar gas dalam tabung dapat menekan dan keluar. Selain itu tabung juga mahal, untuk ukuran masyarakat di pedesaan sulit terjangkau.

Ada beberapa pengalaman dari pelaku dilapangan agar gas dapat diambil dan dibawa ke rumah, menggunakan kantong-kantong biogas, misal dibuat kantong yang dapat menyimpan gas satu meter kubik misalnya. Kantong-kantong itu sudah ada yang memproduksi. Namun perlu kecermatan segi keamanan, bila kantong yang terbuat dari plastik atau karet itu bocor atau terkena benda tajam.

Ada ide yang menarik demi keamanan, dengan menggunakan tabung, seperti halnya tabung gas LPG, namun di dalamnya didesain dengan menggunakan karet, seperti layaknya roda motor yang menggunakan ban dalam. Sehingga karet terlindungi dari tabung yang biasa digunakan. Bisa dicoba.

Biaya membangun degester biogas.

Untuk membangun degester biogas, disetiap daerah, berdasarkan pengalaman YAPEKA (sebuah Lembaga swadaya masyarakat yang selama ini menekuni kegiatan pendampingan masyarakat untuk mengembangkan biogas) berbeda. Tergantung dari harga bahan-bahan bangunan seperti semen, batu bata, pasir khusus untuk pengecoran dan tukang dan pembantu tukang, tentu setiap daerah tidak sama. Umumnya YAPEKA hanya memberikan kisi-kisi kebutuhan baha-bahan tersebut.

Misalnya untuk membangun degester biogas untuk keluarga, dengan ukuran 4 meter kubik, memerlukan 2.000 batu bata, pasir 4 meter kubik, semen 20 sak, batu koral untuk cor 3 meter kubik. Tentu harga-harga ini disetiap daerah berbeda. Apabila untuk keperluan Bersama, tentu akan mudah dikerjakan secara gotong royong.

Untuk membangun biogas dengan ukuran 4 meter kubik, dari beberapa pengalaman, cukup dengan 10 ekor kambing atau 2 kor sapi. Ada Lembaga konservasi di Kalimantan Tengah, dampingan YAPEKA, hanya memelihara satu ekor sapi, dan kotorannya sudah cukup untuk mengisi degerter biogas. Memang sangat sederhana dan masyarakat dapat membuat.

Ketika melakukan pendampingan masyarakat dengan membuat percontohan pembangunan biogas dengan satu degester, sangat menarik masyarakat lokal yang memiliki sapi. Mereka ingin membuat, dan akhirnya membangun. Di mana masyarakat tesebut, hingga sekarang tidak lagi membeli pupuk untuk pertaniannya dan gas untuk keperluan dapur.

Biogas komunal yang pernah dibangun, umumnya yang telah ada aliran listrik pedesaan, mereka hanya memerlukan pupuk. Pupuk bioslury cair, gratis untuk petani. Hanya pentani memberikan imbalan satu karung rumput untuk pakan ternak. Sistem barter yang menguntungkan tentunya.

Sangat-sangat dapat dikembangkan di berbagai daerah untuk memenuhi kebutuhan pupuk bagi petani dan juga gas untuk kebutuhan dapur. Energi ramha lingkungan dan berkelanjutan.

Penulis : Edy Hendras Wahyono

Sumber : www.indonesiana.id

Translate »